Tulisan ini bukan karya saya, tapi karya teman saya di Google Plus. Saya biasa panggil dia Nuna (panggilan kakak dalam bahasa korea). Dia memang sering bolak-balik korea, keluarganya pun ada yang memang tinggal disana, ditambah lagi customer dia banyak juga yang datang dari korea.
Rainy Love
by
Ayuna Kusuma
Web : http://ayuna.duwur.com/
Profile Google Plus : http://www.gplus.to/modis
Hujan. Aku menunggunya. Hujan hari ini. Agar aku bisa meminjam payungmu lagi nanti, lalu kita pergi ke halte bersama dan menunggu bis yang sama. Aku menikmati suasana itu kalau kau ingin tahu. Ah… aku hanya jenuh dengan pekerjaan di kantor yang tak pernah berhenti, malah semakin hari semakin bertambah. Entah aku dikuras oleh pemimpin perusahaan atau aku menjadi orang yang berpengaruh di perusahaan.
Seperti hari ini. Aku harus menyelesaikan setumpuk proposal kerjasama dengan pihak sponsor, siangnya aku harus berlari-lari untuk membuat duplikat fotokopi proposal kerjasama, sorenya aku harus mengirim email ke beberapa klien yang masih bertanya-tanya kapan barangnya akan mereka terima. Seringkali aku lupa makan siang, Seringkali aku melupakan minum. Setelah sampai di rumah, pada malam hari, aku hanya bisa terkapar, menghela nafas yang sangat panjang. Akhirnya hari ini bisa berakhir juga, walaupun episodenya tetap sama, membosankan dan memuakkan.
Setiap malam aku hanya makan mie instan, minum kopi. Entah bagaimana nasib perutku, kuberikan makanan yang kurang menyehatkan, bahkan beberapa hari yang lalu aku putus asa. Ketika beberapa orang mengatakan mie instan bahaya untuk dimakan, karena mengandung banyak pengawet… “LALU BAGAIMANA DENGANKU??? AKU MAKAN APA LAGI???” itu lah teriakan hati dan perutku. Aku hanya orang miskin yang tinggal di tengah rumah susun yang padat dengan masalah.
Aku hanya orang yang terlahir miskin, yang berusaha menjadi kaya dengan bekerja di kantor yang padat jadwal dan tugas. Aku tidak bisa lagi hidup seperti ini. Seperti hari yang lalu. Seperti bulan sebelumnya… Tapi bagaimana???
Jawabannya ada pada sore itu. Ketika hujan membasahi bumi, aku tak punya payung untuk menghalau hujan. Jas hujanku tertinggal di rusun. Aku hanya berlari melawan hujan menuju halte bis, belum sampai halte, kau sudah menghentikanku. Kau berdiri di depanku, tersenyum di balik payung hitammu itu. “Hai… mau menunggu bis? Mari sama-sama” katamu lembut saat itu. Entah apa yang aku lakukan ketika kau ucapkan sapaan itu dengan suara yang merdu. Mungkin penyanyi sedunia akan kalah bila bertanding denganmu.
Lalu waktu itu kita menunggu bis di tengah hujan yang semakin antusias untuk mengguyur bumi. Bis pun tak datang tepat pada waktunya. Dalam hati ini aku bersyukur dan memohon semoga bis tak datang sore itu, agar kita bisa selamanya di halte bis yang dicat dominan merah jambu. Kau hanya tersenyum saja waktu itu, menikmati tetes-tetes hujan, bernyanyi sendiri.
Sedangkan aku tak bisa bertindak apa-apa. Aku takut kau kira lancang bila memulai pembicaraan. Aku takut kau mengira aku bukan orang baik-baik, bila tiba-tiba senyum padamu. Jadi aku hanya terdiam saja menikmati wajahmu dan tingkah lakumu itu. Beberapa waktu kemudian bis dengan malas meluncur di jalanan. Kau hanya berlalu masuk ke dalam bis. Ah?? Aku lupa berterima kasih. Aku lupa masuk bis. Aku lupa untuk mengikutimu. Aku mendadak menjadi patung yang tak punya pikiran gara-gara terlalu banyak memandangmu.
Ah… tidak apa, kau pasti meninggalkan sesuatu di halte bis, mungkin handphone, sehingga aku bisa bertemu lagi untuk mengembalikannya, atau kalau tidak sapu tangan dengan inisial nama H, A, B, C, D atau apalah. Bis dan kau sudah meluncur di jalan yang basah karena hujan. Kini hanya ada aku di halte bis dan hujan. Aku menoleh ke samping tempat kau duduk tadi. Dengan harapan, aku menoleh. WHAT??? Kosong, tak ada apapun yang kau tinggalkan di tempat dudukmu. Tidak ada handphone, tidak ada sapu tangan, tidak ada sepatu kaca… huuufftt.. lalu bagaimana aku bisa bertemu lagi. Lalu bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi.
Kini, yang aku ingat hanya rambut hitammu yang panjang, matamu yang bulat berbinar indah, tanganmu yang indah memainkan rintik hujan waktu itu. Lalu aku putuskan untuk melakukan hal yang sama ketika hujan, berlari tanpa jas hujan ke halte bis. Namun sudah seminggu aku tak bertemu denganmu, dalam seminggu ini hujan hanya mengguyur tiga hari saja. Itupun, aku tak bertemu denganmu. Itupun, aku tak bisa menemukanmu. Aku kembali tak bersemangat untuk hidup. Mungkin bila kau tau, ini adalah hal sepele yang membuatku semakin terpuruk.
Hujan pertama tanggal 2 Maret, aku berlari dari kantor menuju halte. Aku berlari dua kali, bolak-balik dari kantor ke halte, agar kau melihatku, lalu kita bisa berbagi payung bersama, dan duduk di halte menunggu bis yang sama. Namun sialnya bukan dirimu yang melihatku saat itu. Kepala bagian hanya tertawa melihatku di balik payung hitamnya. “Hahahaha… kau sedang apa? Olahraga saat hujan memang menyenangkan ya? Hahaha” begitu katanya. Aku malu setengah hidup mengetahui bahwa kepala bagian mengetahui kegilaanku.
Kepala bagian lalu mengajakku menunggu bis bersama, kali ini ia tak memakai mobilnya karena sedang dalam perbaikan di bengkel. Kau tau, aku tak bisa menikmati sore itu bersama pak Kabag, karena dia sama sekali tak memiliki hal yang positif untuk dinikmati. Selama sore itu aku dihujani cerita mengenai anaknya yang nakal, istrinya yang suka selingkuh, pekerjaan yang tidak kunjung selesai, dan tentang keinginannya berlibur ke negara lain. Aku tak menikmati cerita-ceritanya, aku berharap semoga bis datang dan aku bisa mendorong Kabag ke dalam bis lalu aku bebas dari ceritanya yang tak penting dan menjemuhkan.
Tapi aku kembali sial. Kau tau? Sampai satu jam bis tak datang juga. Aku terpaksa senyum-senyum sendiri menikmati cerita Kabag. Itulah yang aku hadapi di hujan pertama aku mencarimu.
Hujan kedua tanggal 4 Maret. Kali ini aku tak mau berlari dua kali seperti orang gila, aku hanya berjalan pelan dalam guyuran hujan. Tidak lupa aku meninggalkan jas hujanku di kantor. Aku berharap kau lewat di depanku atau di belakangku sedang mengikutiku, lalu kau memberikan payungmu untukku seperti ketika itu. Kita bisa berjalan bersama, lalu menunggu bis seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya. Sepuluh meter halte tampak dingin di depanku, aku melambatkan langkahku, agar lebih lama berjalan di tengah hujan.
Ada yang meminjamkan payungnya padaku, tapi sial dia bukan dirimu. Dia hanya seorang nenek yang sangat pemarah “HEI!!! Kalau jalan cepat sedikit. Masih muda tapi kau sudah lebih tua dariku. Lihat saja jalan saja tak bersemangat… ayo ikut denganku”. Ia lalu duduk di tempat kau duduk dulu. Ah… aku tak tega tempatmu duduk, dipakai nenek tua cerewet itu. Untung saja bis cepat datang, aku jadi bisa bebas dari ocehan-ocehan yang tidak kumengerti.
Pulang dari Halte aku langsung KO. Badanku panas, demam, dan malam itu aku kembali mengkonsumsi mie instan yang tidak sehat. Kau tau? Aku terpaksa memasaknya, karena aku tak bisa memasak apapun kecuali mie instan, dan aku belum memiliki pendamping hidup yang senantiasa membuatkanku makanan bergizi nan lezat. Tengah malam aku mengerjakan tugas kantor untuk menghilangkan pikiranku tentangmu, gadis yang begitu asing namun membuat hidupku sedikit berwarna.
Hujan ketiga pada hari minggu tanggal 6 Maret, hari libur yang membuatku khawatir, jangan-jangan sore itu kau ada di halte bis menunggu disana. Pagi hingga Sore hujan tak ada bosannya mengguyur kota, akupun senang bisa menunggumu di halte itu. Aku menggunakan sepeda pinjaman dari tetanggaku. Lalu aku mengayuhnya menuju kantor, aku tak takut pada hujan, demam, panas, karena aku sudah melaluinya dan bisa menghadapinya dengan mudah, tapi aku sangat takut melewatkanmu.
Aku tak boleh melewatkanmu, dan membiarkanmu di halte itu menunggu bis datang, sedangkan aku hanya menikmati film kartun di rusun. Setelah sampai di kantor, kuparkir sepeda di dalam ruangan agar tak ada yang tahu kalau aku sengaja kekantor untuk menunggu di halte. Agar tak ada yang tahu kalau aku sudah gila karenamu.
Hujan masih betah, aku juga masih betah berjalan dalam hujan. Sampai di halte tak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada aku dan kesunyian. Lalu seorang pria menegurku. “Pak, hari ini minggu, anda lupa ya? Mengapa menunggu bis? Anda tadi kan kekantor memakai sepeda? Ah… anda bahkan lupa memakai celana panjang dan jaket… hmmm mari ikut saya, mungkin ada celana saya yang cukup untuk anda pakai”
“AHHHHH!!!!! “ teriakku… menahan malu.
Itulah buktinya kalau aku sudah gila. Saat itu pak Satpam mengajakku ke ruangannya, untung saja ia menyediakan celana untuk dirinya sendiri, dengan alasan mungkin suatu hari dia kehujanan dan lain-lainnya. Ia mengatakan padaku kalau aku selama ini melakukan hal yang aneh dan ia melihatnya sendiri. Lalu ada yang mengagetkanku, ia tahu untuk siapa aku melakukan semua ini, ia tahu siapa yang aku cari, ia tahu bahwa aku ingin menemuimu lagi.
Bahkan ia tahu siapa dirimu, kapan kau datang. Benar saja kan ia seorang Satpam jadi tahu semua karyawan yang datang ke kantor.
Minna itu namamu. Konsultan keuangan itu pekerjaanmu selama ini, kau ke kantorku hanya pada hari Senin. “Besok.”
Besok kau akan datang ke kantorku, lalu saat itu juga aku akan bisa menemuimu.
Besok aku harus menemuimu, dan besok itu hari ini hehehe… tadi malam. Aku berusaha agar tidak demam, aku berusaha agar besok paginya aku bekerja dengan semangat yang tinggi, dan kau harus tahu aku sudah menyingkirkan mie instan, karena aku tak mau di hari yang istimewa, aku hanya memakan sampah karbo. Aku membeli sekilo apel, aku makan semua tadi malam.
Pagi tadi aku bekerja dengan begitu giat. Mr Kabag melihatku dengan terheran-heran. Tenang saja pak ini diriku dengan warna yang baru, begitu kata hatiku. Hehehe. Menjelang siang aku pergi ke kantin, mencari menu makanan tersehat, agar aku terlihat sehat bila nanti bertemu denganmu. Di kantin, aku tak lupa lirik sana sini, siapa tahu kau duduk di barisan bangku kantin di tengah orang-orang yang sedang menikmati makanan mereka.
Tak ada. Kau tak ada di sana. Sekarang aku makan dengan semangat dan harapan yang luar biasa besarnya. Hal yang simple, kehidupan seorang pria menjadi berwarna ketika bertemu dengan gadis yang sesuai dengan tipe yang diinginkannya. Aku ingin bertemu denganmu bukan hanya karena kau tipeku. Bukan itu saja alasanku. Tapi ahh… itu lah cinta, aku tak bisa menjelaskannya. Karena pertama kali aku bertemu denganmu aku sudah bisa mencintaimu. Serangan cinta yang mendadak dan mengejutkan kan? Ya itulah cinta kau juga harus memahami itu.
Saat aku sedang makan siang, pak Satpam mendatangiku dengan wajah yang memerah. Entah karena ia habis ditampar atasan, malu, atau malah marah. Ia menghampiriku dengan senyuman yang aneh. “Dia sudah di depan. Dia baru datang…cepatlah makannya, dan temui dia, aku sudah bilang padanya kalau ada yang ingin bertemu.” kata pak Satpam sedikit berbisik dengan wajah merona merah.
“Siapa?... kalau bicara yang jelas pak… aku sedang makan…”
“Minna…Minna sudah datang.. kau tak ingin menemuinya?”
“Apa??? Minna!!! Dimana?” teriakku tiba-tiba, semua orang terkejut melihatku bahkan ada beberapa yang tersedak.“Maaf… maaf… maaf ya… maaf…” ucpaku. Mereka terus saja melihatku dengan pandangan seperti itu. Aku memang agak gila. Gila karena cinta. Aku memang tidak normal seperti kalian, karena aku sekarang sedang merasakan hal yang luar biasa. Gadisku sudah menungguku di depan. Hehehe… Dia menunggu untukku.
“Disana, di ruangan itu dia menunggumu, aku tidak bilang apa-apa padanya, temui saja dia ya” kata Pak Satpam, sambil mulai berlalu.
“Baik. Pak!!! Apa yang harus kuberikan padamu untuk ungkapan terima kasihku”
“Tidak perlu… temui saja dia”
“Terima kasih banyak pak… “ kataku sambil menjabat tangannya yang sudah keriput karena usia yang sudah senja.
Ruangan VIP 2 hanya digunakan orang-orang kantor ketika ada rapat mendadak setiap waktu. Di waktu istirahat seperti sekarang ini tak banyak karyawan yang lalu lalang di depan ruangan itu. Wah pak Satpam tahu betul bagaimana orang yang gila karena cinta ingin privasi… hehehe.
Kau duduk di sana, dengan setelan baju kerja serba biru. Rambutmu hitam terurai dengan manis, mata itu kembali aku melihatnya dengan bebas, namun aku tiba-tiba terserang rasa malu yang menghentikan langkahku. Apalagi ketika kau tiba-tiba menatapku dengan senyummu yang manis.
“Kau.. kau yang ingin menemuiku ya?
“Ee. …i…. iya…” kataku sambil mendekatimu dengan sangat pelan, kau lihat saja kakiku semakin kaku karena rasa malu.
“Ada apa? Apakah kita pernah bertemu?”
“H..m.mm pernah…” Oh Tuhan… aku sudah duduk di hadapanmu, memandang wajahmu tak henti-hentinya “Dimana ya? Aku lupa hehehe…” kau tersenyum.. ah… aku seperti terbang keatas awan, menembus atap ruangan ini dan terbang bersama awan.
“Di… di jalan.. ke halte… kita ke halte bersama saat hujan.. kau masih ingat?”
“Hmm… iya.. kau yang berlari di tengah hujan itu kan? Iya sekarang aku ingat… ada apa kau ingin menemuiku?”
“Aku mencarimu”
“Ah? Apakah ada yang salah? Aku melakukan hal yang salah padamu?”
“Bu…bukan bukan seperti itu… Hanya saja kau sudah memberiku warna”
“Ah? Warna? Maaf aku tidak mengerti”
“Iya… begini.. hidupku.. seperti televisi hitam putih… selalu sama setiap hari… hitam putih, hitam putih, hitam putih..”
“Lalu… apa hubungannya denganku?”
“Ya… setelah kita menunggu hujan, saat itu aku melihatmu, kau memberikan warna pada hidupku…”
“IHHH??? Kau melihatku? Kau melihat apa?” katamu sambil sedikit menghindar dariku.
“Bukan… Bukan itu maksudku.. aku tidak ingin berniat jahat padamu… tolong kau dengarkan dulu ceritaku ya…” kataku sambil tertunduk malu, kau lalu mendekat lagi padaku, ku pikir, itu menandakan kau sudah percaya lagi padaku. “Iya aku dengarkan, tapi cepat ya.. aku harus pulang 30 menit lagi…”
“Baik, aku akan mempersingkat ceritaku,”
Kau mendekatiku lebih dekat lagi. Kau memandangku dengan tajam, itu semakin membuatku malu “Kau tampan ya… aku suka rambutmu yang tak terawat itu hiihihi”
“Hmmm … bisakah …. kau tidak memandangku seperti itu? Kau membuatku tidak bisa berkata-kata, tolong…”
“Baiklah…” katamu. Kau kembali tersenyum padaku
“Setelah sore itu kita menunggu bis bersama, aku ingin mengenalmu lebih lama, tapi kita belum sempat berkenalan, kau juga tak meninggalkan barang-barangmu di halte seperti di film-film. Aku jadi susah untuk mencarimu dan ingin berkenalan denganmu, maka dari itu aku selalu berlari di tengah hujan. Tapi hujan seminggu ini hanya 3 kali saja, yaitu tanggal 2, 4 dan 6. Kau tau? Aku selalu berlari menuju halte, pikirku mungkin kau akan menegurku lagi, lalu kita menunggu bis bersama.”
“Hahaha….” kau tiba-tiba tertawa, tapi kau tetap memiliki tawa yang paling cantik dari semua wanita. “Hehehe.. jangan tertawa dulu, aku belum selesai bercerita”
“Maaf… maaf aku tidak bermaksud menyinggungmu… “
“Iya… kau tahu betapa sialnya aku, ketiga hari hujan itu aku sama sekali tak menemukanmu, hari pertama aku ditertawakan Kabag, lalu di halte aku diberikan cerita-cerita yang sesungguhnya memuakkan dan tidak penting bagiku. Ia menceritakan tentang istrinya yang berselingkuh. Ia menceritakan tentang anaknya yang melukai temannya dengan pistol mainan, dan lainnya. Hari kedua aku bertemu dengan seorang nenek, dia berkata kalau aku memiliki semangat yang lebih tua daripada dirinya. Kau tau… memalukan kan… Lalu hari ketiga… Aku menunggumu seharian di halte, saat hujan. Waktu itu hujan dari pagi sampai sore hari.”
“Hahaha… kau menungguku seantusias itu? Benarkah? Oh sebentar… tanggal 6… tanggal Maret bukannya itu hari minggu?” “Ya hari Minggu aku menunggumu di halte dari pagi sampai sore, kau tak muncul juga”
“Hehehe… apa yang kau lakukan disana, di halte itu?” “Aku… hanya memandang hujan sambil mengingat-ingat wajahmu. Kau jangan tertawa saja lihatlah betapa menderitanya aku ingin menemukanmu. Sampai sore hari pak Satpam menegurku. Ia mengatakan aku sudah seperti orang gila saja. Menunggu di halte tapi tak menunggu bis. Aku juga lupa memakai celana panjang. Aku sangat malu sekali saat itu. Kau lihat saja bagaimana gila nya aku ingin bertemu denganmu lagi.”
“Hahaha… apa kau tidak kedinginan? Di halte tanpa celana panjang? Pasti kau lupa juga pakai jaket?”
“Kubilang jangan mentertawakan aku… kau lihat sekarang wajahku memerah begini. Kau tidak tahu, aku malu sekali… hehehe… Tapi sekarang aku bertemu denganmu… Aku senang sekali. Hidupku sekarang bisa berwarna lagi”
“Hmmm… aku juga senang diperlakukan seperti itu, dicari kesana kemari. Ditunggu. Pacarku saja tidak pernah melakukan itu”
“Kau punya pacar? Kau sudah…” “Iya aku sudah punya pacar… hehehe tapi ia tak bisa melakukan apa yang kau lakukan. Ia tak pernah menungguku”
“Benarkah? Apakah pacarmu bekerja di kantor ini?”
“Hmm iya… tepat sekali tebakanmu”
“Siapa dia? Hmm siapa namanya?”
“Ah… tidak perlu… nanti kau marah padanya dan padaku, karena aku sudah memiliki pacar, itu akan membuatmu kecewa kan?.”
“Tidak. Aku tidak sepicik itu, hehehe… siapa namanya?”
"William… itu namanya”
“William… dia bekerja sebagai apa disini?”
“Hmm… manager keuangan…kau kenal dia? Kami sudah berpacaran selama 3 bulan ini”
“Apa!!!! WILLIAM!!! Kau berpacaran dengannya?”
“I…iya.. kau kenapa? Marah? Jangan menakutiku… Jangan kecewa padaku ya.. Maaf ya…”
“Tidak… tidak… tidak Bukan seperti itu… Kau tak pernah tahu… ? William sudah punya istri dan anak. Kau tak pernah tahu itu?”
“APA!!!! Kau tidak bohong kan!!!” kau berteriak lebih keras dariku, ohh.. baru kutahu kalau kau punya dua sisi dalam dirimu, yaitu devil and angel hehehe…
“Ooh… Jangan berteriak seperti itu.. Nanti ada yang melihat kita” bisikku.
“Kau tadi juga berteriak seperti itu… Tapi benarkah Will punya istri dan anak?” “Iya… kau tak pernah tahu sebelumnya?”
“Dasar brengsek! Aku harus melabraknya sekarang… Dia harus mendapatkan hukuman telah membohongiku selama ini”
“Jangan..!! Jangan permalukan dirimu sendiri…” kataku sambil menahan tubuhmu yang ingin beranjak dari tempat dudukmu.
“Tapi… dia brengsek sudah membohongiku” “Kau cepat sekali percaya padaku… Duduklah dulu” “Jadi kau membohongiku? hah?” teriakmu sambil melotot padaku, matamu yang semula indah kini membuatku takut.
“Bukan begitu… Kau jangan cepat emosi. Setidaknya kau juga jangan percaya padaku, dan kau buktikan sendiri saja, pergi kerumah Will. Lihatlah apakah ada istri dan anaknya disana… kau akan melihatnya sendiri”
“Hmmm… maaf… aku tidak bermaksud membentakmu ya… Aku tidak tahu rumahnya… kau tahu rumahnya? Mungkin kita bisa menyelidiki bersama”
“Aku tahu rumahnya. Aku sudah lama mengenal Will. Waktu pernikahannya saja aku juga diundang. Aku akan mengantarkanmu kesana. Kau lihat sendiri nanti. Aku tak ingin ada orang yang melukai orang yang kucintai”
“Apa kau bilang?
Kau cintai Kau mencintaiku? Begitu? Hehehe”
“Ohh memangnya kenapa? Kau saja cepat mempercayai orang, mengapa aku tidak boleh cepat mencintai orang? Hehhehe”
“Ya.. terima kasih… kau sudah mencariku. Kau sudah menungguku dan aku harus meminta maaf padamu. Aku tidak bisa secepat itu mencintaimu. Aku harus menyelesaikan urusanku terlebih dahulu”
“Ya, aku bisa mengerti itu… Terima kasih kau mau menemui orang aneh sepertiku”
“Kau bukan orang aneh.. Kau orang yang baik. Kapan kita bisa bertemu dan pergi ke rumah Will?” katamu sambil menggenggam tanganku yang semakin dingin, karena sekarang jantungku semakin cepat berdetak, mungkin kecepatannya 100 mill/jam hehehe.
“Hei.. Hei….” katamu lagi menyadarkanku dari lamunan “Ah.. Aku bisa kapan saja… Aku menyediakan semua waktuku untukmu”
“Kalau begitu, malam ini, kau bisa menemaniku?”
“M.. Malam ini?”
“Iya malam ini. Bagaimana? Lebih cepat, lebih baik kan?”
“Ya.. akan aku antar kau kerumah Will malam ini”
“Baiklah aku pulang dulu. Kita bertemu di halte depan saja ya.Tempatmu menungguku, tapi kali ini kau akan menemukanku” katamu sambil mengumbar senyum lebar. Oh, betapa melambungnya hatiku mendengar ucapanmu sambil sedikit menggoda itu. Apalagi tatapanmu itu. “Ya…” kataku sambil terpaku melihatmu, aku tak bisa berhenti menyadari bahwa aku sudah bicara banyak denganmu dan kita akan bertemu nanti malam. Ah… aku lupa mengenalkan namaku dan meminta no handphonemu.
“Mina!!” teriakku saat kau membuka pintu Ruang VIP 2
“Ada apa?”
“Aku Lee.” ucapku mantap kali ini, tanpa ragu dan malu.
“Aku meminta no handphonemu yang bisa kuhubungi.
Aku takut kau menghilang lagi nanti”
“Hehehe.. Aku sampai lupa menanyakan namamu. Baiklah Lee. Ini.” Jawabmu sambil mengambil kartu nama di dompet, dan menyerahkan padaku. “Sampai jumpa nanti malam Lee..
Terima kasih sebelumnya”
“Ya… sampai jumpa nanti malam…”
Jadi beginilah aku sekarang Minna. Aku penuh dengan dirimu sekarang. Aku sudah menjadi televisi yang penuh warna sekarang. Akan aku buktikan bahwa selama ini kau mencintai orang yang salah.
Pulang dari kantor, aku langsung mandi. Sekarang pukul 6 sore. Aku mandi dengan semua sabunku. Aku potong rambutku yang acak-acakkan dan menyisirnya dengan minyak rambut. Lalu aku memakai semua parfum yang kumiliki. Hmmm ahhh… Harum sekali… Sampai-sampai tetanggaku berteriak “Ada setan yang lewat… Harum sekali…” hahaha… Lalu aku meminjam sepeda dari tetanggaku, untung saja tetanggaku sangat baik padaku. Ia meminjamkan sepeda padaku semalaman. Aku pergi sekarang. Maaf cintaku Minna, aku tak bisa menelponmu karena pulsa yang kumiliki tak memungkinkan untuk menelponmu sekarang. Kulihat jam tanganku yang mulai usang, tapi masih keren di tanganku, entah karena jam tangannya yang mahal atau karena tanganku yang rupawan… hehehe. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7. Aku tak bisa membiarkanmu menungguku di halte. Kupercepat kayuhan sepedaku.Halte sudah terlihat. Kaupun begitu. Kau begitu cantik dengan kaos pink dan jaket kuning itu. Kau berdiri dan tersenyum menyambutku. Tapi… kau langsung tertawa setelah melihatku.
“Hahahahaha…. Lee.. ini kau?”
“Hmmm iya.. ini aku… ada apa memangnya?”
“Kau bukan Lee… Kau orang lain… Sini mendekatlah.. Aku tunjukkan Lee yang sebenarnya” Kau menarik jaketku, lalu mengacak-acak rambutku yang sudah tertata rapi sedari tadi. Lalu kau melepaskan jaketku yang sangat harum itu, lalu kau membuka krah kemejaku, dan kau melipat lengan kemejaku. Oh Tuhan… saat ini aku sungguh bahagia diperhatikan seperti ini oleh Gadis asing… yang kucintai.
“Eh… kau apakan jaketku… eh… Kau bawa kemana jaketku Mina??” Mina berlalu menghilang membawa jaketku, lalu ia kembali membawa jaket lainnya yang aku tak tahu jaket siapa itu.
“Bau jaketmu sangat tidak enak, kau tidak sadar? Hehehe
baunya memuakkan sekali”
“Ooo.. benarkah? Maaf… mungkin aku terlalu banyak memberikan parfum tadi”
“Hehehe.. aku pinjam jaket pak Satpam, seperti inilah dirimu…” katamu sambil memakaikan jaket padaku. “Nah kalau ini baru Lee… Tadi itu bukan dirimu… Aku lebih suka Lee yang seperti ini, Sederhana dan tidak bau.. hehhee”
“Hehehee kau bisa saja… Ayo aku antar ke rumah Will”
“Kesana pakai apa? Bis?”
“Tidak.. pakai sepeda saja, rumahnya tidak jauh dari kantor…”
“Tapi kita jangan menemui dia ya… kita lihat dari jauh saja…”
“Janji tidak menangis nanti? Biasanya wanita sangat lemah, kalau putus dengan pacarnya. Itu menurut cerita temanku” “Hmmmm… kemungkinan aku tidak akan menangis. Karena aku sudah bersama dengan pria yang mencariku selama ini.” Entah kenapa saat kau mengatakan itu, hatiku semakin dipenuhi oleh dirimu. Warna hidupku semakin cemerlang. Dan aku akan memiliki harapan untuk bisa lebih bahagia.
“Ya baiklah kalau begitu…”
“Tapi….”
“Ya?”
“Kalau aku menangis, kau mau menghiburku kan?”
“Hehmmm.
Dengan senang hati tuan putri… Ayo kita berangkat sekarang”
“Baiklah pangeran Lee…”
Mungkin saat inilah, aku bisa mengerti bagaimana indahnya cinta, dan bagaimana indahnya bersama orang yang selama ini kucari. Kau di belakangku, entah apa yang sedang kau pikirkan. Sedih akan melihat apa yang sesungguhnya disembunyikan pacarmu selama ini? Atau senang bisa memeluk perutku, orang yang mencarimu dan menunggumu seperti yang kau inginkan selama ini.
Sampai di depan rumah Will, Minna semakin erat memeluk perutku. Ia kedinginan. Aku sentuh tangannya sangat dingin. Di rumah Will terlihat ada seorang wanita yang memeluk seorang anak dan ada anak yang berlari menuju kearah Will. Minna melihat semua itu. Tanggannya semakin gemetar dan erat memeluk perutku.
“Lee… ayo kita pulang saja… Cepat…” kata Minna dengan suara parau.
“Baik…” jawabku cepat. Apakah ia menangis? sepertinya ia menyimpan tangisnya karena mungkin saja malu kalau kulihat. lalu bagaimana, apakah Minna akan memutuskan berpisah dengan Will? Ah itu masalah nanti. Sekarang aku harus mengantarkanmu pulang Minna. Aku tak ingin kau sedih, karena orang seperti Will tak pantas membuatmu bersedih.
“Lee… berhenti…”
“Ah? Ada apa?”
“Aku ingin mengajakmu makan malam. Kita makan di café depan saja ya, sepertinya sepi”
“Oh iya… Kau masuk dulu akan kuparkir sepeda ini dulu”
Aku parkir sepedaku di antara mobil-mobil yang berjejer rapi. Oh… Betapa malunya aku. Bersama Minna hanya dengan sepeda. Lalu ah… Bagaimana kalau Minna memesan makanan yang mahal. Aku lupa membawa uang tambahan.
“Lee!!... Ayo masuk aku sudah dapat tempat…”
“Iya.. sebentar”
Aku masuk café dengan kekhawatiran yang tak bisa dibendung lagi. Minna sudah menunggu di sudut ruangan. Makanan sudah disediakan. “Cepat sekali”, pikirku.
“Ayo Lee.. Duduklah.. Kita makan dulu… Aku lapar sekali..”
“Hmm… Kau lapar atau sedih…?”
“Saat aku stress aku ingin banyak makan… Ayo temani aku makan”
Ya. Kali ini aku semakin memahami dirimu. Kau adalah bidadari yang lemah. Bila kau merasa tersakiti kau akan stres. Bila kau stres kau akan lepas kendali dan ingin makan apapun juga. Maka dari itu, nanti kalau kau menjadi pendampingku, aku berjanji tak akan pernah membuatmu terluka atau stres, karena aku akan mengeluarkan banyak biaya untuk makananmu ketika kau stres. Hehehe…
"Hehehehe…” tawaku kelepasan
“Ahh? Ada apa lee? Tertawa sendiri… Mukaku ada yang aneh ya? Ada makanan diwajahku?”
“Tidak… Hanya saja aku berfikir… Nanti kalau kau mendampingiku, menjadi istriku, aku tak akan menyakitimu. Karena aku tak ingin menghabiskan uangku untuk makananmu yang lost control… hehehe”
“Hahahahaha…. Hahahaha.. Kau bisa saja. Kau berjanji seperti itu padaku. Kau harus mewujudkannya nanti”
“Maksudmu?”
“Hmmm sebentar” katamu sambil menghapus noda saus yang menempel di pipimu, lalu Minna mengeluarkan ponselnya, dan menelpon seseorang, mungkin Will yang ditelpnya.
“Hallo… Bisa bicara dengan Pak Will?” kata Minna, lalu berbisik padaku “Lee dengarkan ini… “ Minna loudspeaker handphonenya
“Halo ini dengan siapa?” tanya wanita yang di telpon Minna. Mungkin itu istri Will.
“Saya simpanan Pak Will.. Bisa bicara sebentar dengan pak Will?” kata Minna sambil melirikku.
“APA???!!?!” teriak istri Will.
“Berikan telp ini kepada Will. Aku ingin memutuskan hubungan dengannya. Aku dibohongi Will. Ia mengaku belum memiliki istri dan anak. Atau begini saja, kau sampaikan ke dia, bahwa Minna ingin memutuskan hubungan. Jangan pernah lagi ke apartemenku. Jangan lagi menelponku saat tengah malam. Jangan lagi mengirimkan pesan di emailku. Jangan pernah lagi melihatkan hidungnya di depanku. Dan untukmu, aku meminta maaf karena mengganggu hubungan kalian. Sesungguhnya kita berdua telah dibohongi olehnya. Selamat malam”
“Eh!!! Apa!!!”
“Jangan lupa sampaikan ke suamimu ya” Minna langsung menutup telponnya. Dan melirikku lalu tertawa sendiri
“Hahahaha… bagaimana Lee? Tindakanku bagus kan?”
“Iya bagus… tapi kau tidak harus melukai perasaan istrinya kan. Istrinya tak bersalah sama sekali padamu kan?”
“Hmm.. aku ingin dia tahu kelakuan suaminya… itu saja…
Aku salah ya…?”
“Tidak kau tidak begitu salah.. Bagaimana? Kita teruskan makan atau aku antarkan kau pulang?”
“Hmm aku masih ingin di sini.. bersamamu…, Lee kau apa pekerjaanmu?”
“Aku? Aku hanya karyawan biasa, aku bekerja sebagai staf produksi dan perencanaan”
“Hmm… Aku bekerja sebagai konsultan keuangan. Kau tinggal dimana?”
“Hmmm. Aku tinggal di rusun yang kumuh. Gadis seelegan dirimu tak akan mau ke tempatku. Kita jauh berbeda kan?.. Kau tau sepeda yang kita pakai tadi. Itu aku pinjam dari tetanggaku untuk malam ini saja”
“Hehehe.. Apa yang membedakan kita Lee? Kurasa tidak ada. Kau mencariku, di tengah hujan. Menungguku di tengah hujan… Apakah kau memikirkan tentang perbedaan? Kurasa bila kita memiliki dan merasakan cinta, tak ada satupun perbedaan yang memisahkan cinta”
“Ya kau benar sekali tak ada yang bisa memisahkan dan membedakan sepasang kekasih bila ada cinta di dalamnya. Lalu bagaimana denganmu Minna?”
“Aku ingin mengenalmu lebih jauh Lee.. kau orang yang baik, itu yang selama ini kukenal. Aku ingin bertemu denganmu lagi, lagi, lagi dan lagi… Aku ingin melihat apa kelemahanmu, lalu aku akan melengkapinya, dan kita bisa saling mencintai sebagai seorang kekasih, atau suami istri”
“Hmmm baiklah… habiskan makananmu…”
“Baik pangeran Lee”
“Kenapa memanggilku pangeran? Hehehe”
“Karena kau sedang bersama seorang putri”
“Hehehe… kau bisa saja”
***
Malam itu awal mula hubungan kita, cinta kita sudah diawali semenjak hujan di sore hari di halte bis. Bagaimana nasib Will? Ah.. ia hampir diceraikan istrinya karena kasus perselingkuhan yang sudah menumpuk. Fakta mengatakan bahwa Will memiliki 5 perempuan simpanan yang dia bodohi dan bohongi untuk menjadi kekasih gelapnya. Fakta pun menyatakan bahwa dengan kesabaranku, dan selalu berharap, keajaiban itu akan terjadi juga. Minna sekarang sudah menjadi tunanganku, kita akan menikah bulan depan. Dan aku akan mencintainya, tidak pernah mengecewakannya, dan juga kini ada yang memberikan aku warna yang indah dalam hidupku.
Setiap hari Minna memasakkan makanan yang bergizi tinggi, aku menyukai masakannya yang lezat dan terasa sangat familiar. Dia juga wanita yang lembut, penuh kejutan, ya seperti yang sudah kukatakan dulu. Mina memiliki dua sisi, Malaikat dan Iblis, kalau ia marah sisi iblisnya akan keluar tak terkontrol, lalu ia akan menghabiskan semua makanan di kulkas. Setelah ingat dia akan bertanya padaku “Dimana makanan kita?” itulah dirinya.
Tapi ketika sisi malaikatnya menjiwa, ia akan manis sekali, bagaimanapun orang marah padanya, ia akan tetap tersenyum dan menjawab dengan ringan. Aku bahagia bisa menemuinya di kehidupanku ini. Kini hidupku tak lagi hitam putih saja, hidupku sudah berwarna dan semakin indah. Aku berharap nanti ketika kita menikah dan dalam pernikahan kita, hidup kita akan semakin berwarna. ~Ayuna Kusuma
Seperti hari ini. Aku harus menyelesaikan setumpuk proposal kerjasama dengan pihak sponsor, siangnya aku harus berlari-lari untuk membuat duplikat fotokopi proposal kerjasama, sorenya aku harus mengirim email ke beberapa klien yang masih bertanya-tanya kapan barangnya akan mereka terima. Seringkali aku lupa makan siang, Seringkali aku melupakan minum. Setelah sampai di rumah, pada malam hari, aku hanya bisa terkapar, menghela nafas yang sangat panjang. Akhirnya hari ini bisa berakhir juga, walaupun episodenya tetap sama, membosankan dan memuakkan.
Setiap malam aku hanya makan mie instan, minum kopi. Entah bagaimana nasib perutku, kuberikan makanan yang kurang menyehatkan, bahkan beberapa hari yang lalu aku putus asa. Ketika beberapa orang mengatakan mie instan bahaya untuk dimakan, karena mengandung banyak pengawet… “LALU BAGAIMANA DENGANKU??? AKU MAKAN APA LAGI???” itu lah teriakan hati dan perutku. Aku hanya orang miskin yang tinggal di tengah rumah susun yang padat dengan masalah.
Aku hanya orang yang terlahir miskin, yang berusaha menjadi kaya dengan bekerja di kantor yang padat jadwal dan tugas. Aku tidak bisa lagi hidup seperti ini. Seperti hari yang lalu. Seperti bulan sebelumnya… Tapi bagaimana???
Jawabannya ada pada sore itu. Ketika hujan membasahi bumi, aku tak punya payung untuk menghalau hujan. Jas hujanku tertinggal di rusun. Aku hanya berlari melawan hujan menuju halte bis, belum sampai halte, kau sudah menghentikanku. Kau berdiri di depanku, tersenyum di balik payung hitammu itu. “Hai… mau menunggu bis? Mari sama-sama” katamu lembut saat itu. Entah apa yang aku lakukan ketika kau ucapkan sapaan itu dengan suara yang merdu. Mungkin penyanyi sedunia akan kalah bila bertanding denganmu.
Lalu waktu itu kita menunggu bis di tengah hujan yang semakin antusias untuk mengguyur bumi. Bis pun tak datang tepat pada waktunya. Dalam hati ini aku bersyukur dan memohon semoga bis tak datang sore itu, agar kita bisa selamanya di halte bis yang dicat dominan merah jambu. Kau hanya tersenyum saja waktu itu, menikmati tetes-tetes hujan, bernyanyi sendiri.
Sedangkan aku tak bisa bertindak apa-apa. Aku takut kau kira lancang bila memulai pembicaraan. Aku takut kau mengira aku bukan orang baik-baik, bila tiba-tiba senyum padamu. Jadi aku hanya terdiam saja menikmati wajahmu dan tingkah lakumu itu. Beberapa waktu kemudian bis dengan malas meluncur di jalanan. Kau hanya berlalu masuk ke dalam bis. Ah?? Aku lupa berterima kasih. Aku lupa masuk bis. Aku lupa untuk mengikutimu. Aku mendadak menjadi patung yang tak punya pikiran gara-gara terlalu banyak memandangmu.
Ah… tidak apa, kau pasti meninggalkan sesuatu di halte bis, mungkin handphone, sehingga aku bisa bertemu lagi untuk mengembalikannya, atau kalau tidak sapu tangan dengan inisial nama H, A, B, C, D atau apalah. Bis dan kau sudah meluncur di jalan yang basah karena hujan. Kini hanya ada aku di halte bis dan hujan. Aku menoleh ke samping tempat kau duduk tadi. Dengan harapan, aku menoleh. WHAT??? Kosong, tak ada apapun yang kau tinggalkan di tempat dudukmu. Tidak ada handphone, tidak ada sapu tangan, tidak ada sepatu kaca… huuufftt.. lalu bagaimana aku bisa bertemu lagi. Lalu bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi.
Kini, yang aku ingat hanya rambut hitammu yang panjang, matamu yang bulat berbinar indah, tanganmu yang indah memainkan rintik hujan waktu itu. Lalu aku putuskan untuk melakukan hal yang sama ketika hujan, berlari tanpa jas hujan ke halte bis. Namun sudah seminggu aku tak bertemu denganmu, dalam seminggu ini hujan hanya mengguyur tiga hari saja. Itupun, aku tak bertemu denganmu. Itupun, aku tak bisa menemukanmu. Aku kembali tak bersemangat untuk hidup. Mungkin bila kau tau, ini adalah hal sepele yang membuatku semakin terpuruk.
Hujan pertama tanggal 2 Maret, aku berlari dari kantor menuju halte. Aku berlari dua kali, bolak-balik dari kantor ke halte, agar kau melihatku, lalu kita bisa berbagi payung bersama, dan duduk di halte menunggu bis yang sama. Namun sialnya bukan dirimu yang melihatku saat itu. Kepala bagian hanya tertawa melihatku di balik payung hitamnya. “Hahahaha… kau sedang apa? Olahraga saat hujan memang menyenangkan ya? Hahaha” begitu katanya. Aku malu setengah hidup mengetahui bahwa kepala bagian mengetahui kegilaanku.
Kepala bagian lalu mengajakku menunggu bis bersama, kali ini ia tak memakai mobilnya karena sedang dalam perbaikan di bengkel. Kau tau, aku tak bisa menikmati sore itu bersama pak Kabag, karena dia sama sekali tak memiliki hal yang positif untuk dinikmati. Selama sore itu aku dihujani cerita mengenai anaknya yang nakal, istrinya yang suka selingkuh, pekerjaan yang tidak kunjung selesai, dan tentang keinginannya berlibur ke negara lain. Aku tak menikmati cerita-ceritanya, aku berharap semoga bis datang dan aku bisa mendorong Kabag ke dalam bis lalu aku bebas dari ceritanya yang tak penting dan menjemuhkan.
Tapi aku kembali sial. Kau tau? Sampai satu jam bis tak datang juga. Aku terpaksa senyum-senyum sendiri menikmati cerita Kabag. Itulah yang aku hadapi di hujan pertama aku mencarimu.
Hujan kedua tanggal 4 Maret. Kali ini aku tak mau berlari dua kali seperti orang gila, aku hanya berjalan pelan dalam guyuran hujan. Tidak lupa aku meninggalkan jas hujanku di kantor. Aku berharap kau lewat di depanku atau di belakangku sedang mengikutiku, lalu kau memberikan payungmu untukku seperti ketika itu. Kita bisa berjalan bersama, lalu menunggu bis seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya. Sepuluh meter halte tampak dingin di depanku, aku melambatkan langkahku, agar lebih lama berjalan di tengah hujan.
Ada yang meminjamkan payungnya padaku, tapi sial dia bukan dirimu. Dia hanya seorang nenek yang sangat pemarah “HEI!!! Kalau jalan cepat sedikit. Masih muda tapi kau sudah lebih tua dariku. Lihat saja jalan saja tak bersemangat… ayo ikut denganku”. Ia lalu duduk di tempat kau duduk dulu. Ah… aku tak tega tempatmu duduk, dipakai nenek tua cerewet itu. Untung saja bis cepat datang, aku jadi bisa bebas dari ocehan-ocehan yang tidak kumengerti.
Pulang dari Halte aku langsung KO. Badanku panas, demam, dan malam itu aku kembali mengkonsumsi mie instan yang tidak sehat. Kau tau? Aku terpaksa memasaknya, karena aku tak bisa memasak apapun kecuali mie instan, dan aku belum memiliki pendamping hidup yang senantiasa membuatkanku makanan bergizi nan lezat. Tengah malam aku mengerjakan tugas kantor untuk menghilangkan pikiranku tentangmu, gadis yang begitu asing namun membuat hidupku sedikit berwarna.
Hujan ketiga pada hari minggu tanggal 6 Maret, hari libur yang membuatku khawatir, jangan-jangan sore itu kau ada di halte bis menunggu disana. Pagi hingga Sore hujan tak ada bosannya mengguyur kota, akupun senang bisa menunggumu di halte itu. Aku menggunakan sepeda pinjaman dari tetanggaku. Lalu aku mengayuhnya menuju kantor, aku tak takut pada hujan, demam, panas, karena aku sudah melaluinya dan bisa menghadapinya dengan mudah, tapi aku sangat takut melewatkanmu.
Aku tak boleh melewatkanmu, dan membiarkanmu di halte itu menunggu bis datang, sedangkan aku hanya menikmati film kartun di rusun. Setelah sampai di kantor, kuparkir sepeda di dalam ruangan agar tak ada yang tahu kalau aku sengaja kekantor untuk menunggu di halte. Agar tak ada yang tahu kalau aku sudah gila karenamu.
Hujan masih betah, aku juga masih betah berjalan dalam hujan. Sampai di halte tak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada aku dan kesunyian. Lalu seorang pria menegurku. “Pak, hari ini minggu, anda lupa ya? Mengapa menunggu bis? Anda tadi kan kekantor memakai sepeda? Ah… anda bahkan lupa memakai celana panjang dan jaket… hmmm mari ikut saya, mungkin ada celana saya yang cukup untuk anda pakai”
“AHHHHH!!!!! “ teriakku… menahan malu.
Itulah buktinya kalau aku sudah gila. Saat itu pak Satpam mengajakku ke ruangannya, untung saja ia menyediakan celana untuk dirinya sendiri, dengan alasan mungkin suatu hari dia kehujanan dan lain-lainnya. Ia mengatakan padaku kalau aku selama ini melakukan hal yang aneh dan ia melihatnya sendiri. Lalu ada yang mengagetkanku, ia tahu untuk siapa aku melakukan semua ini, ia tahu siapa yang aku cari, ia tahu bahwa aku ingin menemuimu lagi.
Bahkan ia tahu siapa dirimu, kapan kau datang. Benar saja kan ia seorang Satpam jadi tahu semua karyawan yang datang ke kantor.
Minna itu namamu. Konsultan keuangan itu pekerjaanmu selama ini, kau ke kantorku hanya pada hari Senin. “Besok.”
Besok kau akan datang ke kantorku, lalu saat itu juga aku akan bisa menemuimu.
Besok aku harus menemuimu, dan besok itu hari ini hehehe… tadi malam. Aku berusaha agar tidak demam, aku berusaha agar besok paginya aku bekerja dengan semangat yang tinggi, dan kau harus tahu aku sudah menyingkirkan mie instan, karena aku tak mau di hari yang istimewa, aku hanya memakan sampah karbo. Aku membeli sekilo apel, aku makan semua tadi malam.
Pagi tadi aku bekerja dengan begitu giat. Mr Kabag melihatku dengan terheran-heran. Tenang saja pak ini diriku dengan warna yang baru, begitu kata hatiku. Hehehe. Menjelang siang aku pergi ke kantin, mencari menu makanan tersehat, agar aku terlihat sehat bila nanti bertemu denganmu. Di kantin, aku tak lupa lirik sana sini, siapa tahu kau duduk di barisan bangku kantin di tengah orang-orang yang sedang menikmati makanan mereka.
Tak ada. Kau tak ada di sana. Sekarang aku makan dengan semangat dan harapan yang luar biasa besarnya. Hal yang simple, kehidupan seorang pria menjadi berwarna ketika bertemu dengan gadis yang sesuai dengan tipe yang diinginkannya. Aku ingin bertemu denganmu bukan hanya karena kau tipeku. Bukan itu saja alasanku. Tapi ahh… itu lah cinta, aku tak bisa menjelaskannya. Karena pertama kali aku bertemu denganmu aku sudah bisa mencintaimu. Serangan cinta yang mendadak dan mengejutkan kan? Ya itulah cinta kau juga harus memahami itu.
Saat aku sedang makan siang, pak Satpam mendatangiku dengan wajah yang memerah. Entah karena ia habis ditampar atasan, malu, atau malah marah. Ia menghampiriku dengan senyuman yang aneh. “Dia sudah di depan. Dia baru datang…cepatlah makannya, dan temui dia, aku sudah bilang padanya kalau ada yang ingin bertemu.” kata pak Satpam sedikit berbisik dengan wajah merona merah.
“Siapa?... kalau bicara yang jelas pak… aku sedang makan…”
“Minna…Minna sudah datang.. kau tak ingin menemuinya?”
“Apa??? Minna!!! Dimana?” teriakku tiba-tiba, semua orang terkejut melihatku bahkan ada beberapa yang tersedak.“Maaf… maaf… maaf ya… maaf…” ucpaku. Mereka terus saja melihatku dengan pandangan seperti itu. Aku memang agak gila. Gila karena cinta. Aku memang tidak normal seperti kalian, karena aku sekarang sedang merasakan hal yang luar biasa. Gadisku sudah menungguku di depan. Hehehe… Dia menunggu untukku.
“Disana, di ruangan itu dia menunggumu, aku tidak bilang apa-apa padanya, temui saja dia ya” kata Pak Satpam, sambil mulai berlalu.
“Baik. Pak!!! Apa yang harus kuberikan padamu untuk ungkapan terima kasihku”
“Tidak perlu… temui saja dia”
“Terima kasih banyak pak… “ kataku sambil menjabat tangannya yang sudah keriput karena usia yang sudah senja.
Ruangan VIP 2 hanya digunakan orang-orang kantor ketika ada rapat mendadak setiap waktu. Di waktu istirahat seperti sekarang ini tak banyak karyawan yang lalu lalang di depan ruangan itu. Wah pak Satpam tahu betul bagaimana orang yang gila karena cinta ingin privasi… hehehe.
Kau duduk di sana, dengan setelan baju kerja serba biru. Rambutmu hitam terurai dengan manis, mata itu kembali aku melihatnya dengan bebas, namun aku tiba-tiba terserang rasa malu yang menghentikan langkahku. Apalagi ketika kau tiba-tiba menatapku dengan senyummu yang manis.
“Kau.. kau yang ingin menemuiku ya?
“Ee. …i…. iya…” kataku sambil mendekatimu dengan sangat pelan, kau lihat saja kakiku semakin kaku karena rasa malu.
“Ada apa? Apakah kita pernah bertemu?”
“H..m.mm pernah…” Oh Tuhan… aku sudah duduk di hadapanmu, memandang wajahmu tak henti-hentinya “Dimana ya? Aku lupa hehehe…” kau tersenyum.. ah… aku seperti terbang keatas awan, menembus atap ruangan ini dan terbang bersama awan.
“Di… di jalan.. ke halte… kita ke halte bersama saat hujan.. kau masih ingat?”
“Hmm… iya.. kau yang berlari di tengah hujan itu kan? Iya sekarang aku ingat… ada apa kau ingin menemuiku?”
“Aku mencarimu”
“Ah? Apakah ada yang salah? Aku melakukan hal yang salah padamu?”
“Bu…bukan bukan seperti itu… Hanya saja kau sudah memberiku warna”
“Ah? Warna? Maaf aku tidak mengerti”
“Iya… begini.. hidupku.. seperti televisi hitam putih… selalu sama setiap hari… hitam putih, hitam putih, hitam putih..”
“Lalu… apa hubungannya denganku?”
“Ya… setelah kita menunggu hujan, saat itu aku melihatmu, kau memberikan warna pada hidupku…”
“IHHH??? Kau melihatku? Kau melihat apa?” katamu sambil sedikit menghindar dariku.
“Bukan… Bukan itu maksudku.. aku tidak ingin berniat jahat padamu… tolong kau dengarkan dulu ceritaku ya…” kataku sambil tertunduk malu, kau lalu mendekat lagi padaku, ku pikir, itu menandakan kau sudah percaya lagi padaku. “Iya aku dengarkan, tapi cepat ya.. aku harus pulang 30 menit lagi…”
“Baik, aku akan mempersingkat ceritaku,”
Kau mendekatiku lebih dekat lagi. Kau memandangku dengan tajam, itu semakin membuatku malu “Kau tampan ya… aku suka rambutmu yang tak terawat itu hiihihi”
“Hmmm … bisakah …. kau tidak memandangku seperti itu? Kau membuatku tidak bisa berkata-kata, tolong…”
“Baiklah…” katamu. Kau kembali tersenyum padaku
“Setelah sore itu kita menunggu bis bersama, aku ingin mengenalmu lebih lama, tapi kita belum sempat berkenalan, kau juga tak meninggalkan barang-barangmu di halte seperti di film-film. Aku jadi susah untuk mencarimu dan ingin berkenalan denganmu, maka dari itu aku selalu berlari di tengah hujan. Tapi hujan seminggu ini hanya 3 kali saja, yaitu tanggal 2, 4 dan 6. Kau tau? Aku selalu berlari menuju halte, pikirku mungkin kau akan menegurku lagi, lalu kita menunggu bis bersama.”
“Hahaha….” kau tiba-tiba tertawa, tapi kau tetap memiliki tawa yang paling cantik dari semua wanita. “Hehehe.. jangan tertawa dulu, aku belum selesai bercerita”
“Maaf… maaf aku tidak bermaksud menyinggungmu… “
“Iya… kau tahu betapa sialnya aku, ketiga hari hujan itu aku sama sekali tak menemukanmu, hari pertama aku ditertawakan Kabag, lalu di halte aku diberikan cerita-cerita yang sesungguhnya memuakkan dan tidak penting bagiku. Ia menceritakan tentang istrinya yang berselingkuh. Ia menceritakan tentang anaknya yang melukai temannya dengan pistol mainan, dan lainnya. Hari kedua aku bertemu dengan seorang nenek, dia berkata kalau aku memiliki semangat yang lebih tua daripada dirinya. Kau tau… memalukan kan… Lalu hari ketiga… Aku menunggumu seharian di halte, saat hujan. Waktu itu hujan dari pagi sampai sore hari.”
“Hahaha… kau menungguku seantusias itu? Benarkah? Oh sebentar… tanggal 6… tanggal Maret bukannya itu hari minggu?” “Ya hari Minggu aku menunggumu di halte dari pagi sampai sore, kau tak muncul juga”
“Hehehe… apa yang kau lakukan disana, di halte itu?” “Aku… hanya memandang hujan sambil mengingat-ingat wajahmu. Kau jangan tertawa saja lihatlah betapa menderitanya aku ingin menemukanmu. Sampai sore hari pak Satpam menegurku. Ia mengatakan aku sudah seperti orang gila saja. Menunggu di halte tapi tak menunggu bis. Aku juga lupa memakai celana panjang. Aku sangat malu sekali saat itu. Kau lihat saja bagaimana gila nya aku ingin bertemu denganmu lagi.”
“Hahaha… apa kau tidak kedinginan? Di halte tanpa celana panjang? Pasti kau lupa juga pakai jaket?”
“Kubilang jangan mentertawakan aku… kau lihat sekarang wajahku memerah begini. Kau tidak tahu, aku malu sekali… hehehe… Tapi sekarang aku bertemu denganmu… Aku senang sekali. Hidupku sekarang bisa berwarna lagi”
“Hmmm… aku juga senang diperlakukan seperti itu, dicari kesana kemari. Ditunggu. Pacarku saja tidak pernah melakukan itu”
“Kau punya pacar? Kau sudah…” “Iya aku sudah punya pacar… hehehe tapi ia tak bisa melakukan apa yang kau lakukan. Ia tak pernah menungguku”
“Benarkah? Apakah pacarmu bekerja di kantor ini?”
“Hmm iya… tepat sekali tebakanmu”
“Siapa dia? Hmm siapa namanya?”
“Ah… tidak perlu… nanti kau marah padanya dan padaku, karena aku sudah memiliki pacar, itu akan membuatmu kecewa kan?.”
“Tidak. Aku tidak sepicik itu, hehehe… siapa namanya?”
"William… itu namanya”
“William… dia bekerja sebagai apa disini?”
“Hmm… manager keuangan…kau kenal dia? Kami sudah berpacaran selama 3 bulan ini”
“Apa!!!! WILLIAM!!! Kau berpacaran dengannya?”
“I…iya.. kau kenapa? Marah? Jangan menakutiku… Jangan kecewa padaku ya.. Maaf ya…”
“Tidak… tidak… tidak Bukan seperti itu… Kau tak pernah tahu… ? William sudah punya istri dan anak. Kau tak pernah tahu itu?”
“APA!!!! Kau tidak bohong kan!!!” kau berteriak lebih keras dariku, ohh.. baru kutahu kalau kau punya dua sisi dalam dirimu, yaitu devil and angel hehehe…
“Ooh… Jangan berteriak seperti itu.. Nanti ada yang melihat kita” bisikku.
“Kau tadi juga berteriak seperti itu… Tapi benarkah Will punya istri dan anak?” “Iya… kau tak pernah tahu sebelumnya?”
“Dasar brengsek! Aku harus melabraknya sekarang… Dia harus mendapatkan hukuman telah membohongiku selama ini”
“Jangan..!! Jangan permalukan dirimu sendiri…” kataku sambil menahan tubuhmu yang ingin beranjak dari tempat dudukmu.
“Tapi… dia brengsek sudah membohongiku” “Kau cepat sekali percaya padaku… Duduklah dulu” “Jadi kau membohongiku? hah?” teriakmu sambil melotot padaku, matamu yang semula indah kini membuatku takut.
“Bukan begitu… Kau jangan cepat emosi. Setidaknya kau juga jangan percaya padaku, dan kau buktikan sendiri saja, pergi kerumah Will. Lihatlah apakah ada istri dan anaknya disana… kau akan melihatnya sendiri”
“Hmmm… maaf… aku tidak bermaksud membentakmu ya… Aku tidak tahu rumahnya… kau tahu rumahnya? Mungkin kita bisa menyelidiki bersama”
“Aku tahu rumahnya. Aku sudah lama mengenal Will. Waktu pernikahannya saja aku juga diundang. Aku akan mengantarkanmu kesana. Kau lihat sendiri nanti. Aku tak ingin ada orang yang melukai orang yang kucintai”
“Apa kau bilang?
Kau cintai Kau mencintaiku? Begitu? Hehehe”
“Ohh memangnya kenapa? Kau saja cepat mempercayai orang, mengapa aku tidak boleh cepat mencintai orang? Hehhehe”
“Ya.. terima kasih… kau sudah mencariku. Kau sudah menungguku dan aku harus meminta maaf padamu. Aku tidak bisa secepat itu mencintaimu. Aku harus menyelesaikan urusanku terlebih dahulu”
“Ya, aku bisa mengerti itu… Terima kasih kau mau menemui orang aneh sepertiku”
“Kau bukan orang aneh.. Kau orang yang baik. Kapan kita bisa bertemu dan pergi ke rumah Will?” katamu sambil menggenggam tanganku yang semakin dingin, karena sekarang jantungku semakin cepat berdetak, mungkin kecepatannya 100 mill/jam hehehe.
“Hei.. Hei….” katamu lagi menyadarkanku dari lamunan “Ah.. Aku bisa kapan saja… Aku menyediakan semua waktuku untukmu”
“Kalau begitu, malam ini, kau bisa menemaniku?”
“M.. Malam ini?”
“Iya malam ini. Bagaimana? Lebih cepat, lebih baik kan?”
“Ya.. akan aku antar kau kerumah Will malam ini”
“Baiklah aku pulang dulu. Kita bertemu di halte depan saja ya.Tempatmu menungguku, tapi kali ini kau akan menemukanku” katamu sambil mengumbar senyum lebar. Oh, betapa melambungnya hatiku mendengar ucapanmu sambil sedikit menggoda itu. Apalagi tatapanmu itu. “Ya…” kataku sambil terpaku melihatmu, aku tak bisa berhenti menyadari bahwa aku sudah bicara banyak denganmu dan kita akan bertemu nanti malam. Ah… aku lupa mengenalkan namaku dan meminta no handphonemu.
“Mina!!” teriakku saat kau membuka pintu Ruang VIP 2
“Ada apa?”
“Aku Lee.” ucapku mantap kali ini, tanpa ragu dan malu.
“Aku meminta no handphonemu yang bisa kuhubungi.
Aku takut kau menghilang lagi nanti”
“Hehehe.. Aku sampai lupa menanyakan namamu. Baiklah Lee. Ini.” Jawabmu sambil mengambil kartu nama di dompet, dan menyerahkan padaku. “Sampai jumpa nanti malam Lee..
Terima kasih sebelumnya”
“Ya… sampai jumpa nanti malam…”
Jadi beginilah aku sekarang Minna. Aku penuh dengan dirimu sekarang. Aku sudah menjadi televisi yang penuh warna sekarang. Akan aku buktikan bahwa selama ini kau mencintai orang yang salah.
Pulang dari kantor, aku langsung mandi. Sekarang pukul 6 sore. Aku mandi dengan semua sabunku. Aku potong rambutku yang acak-acakkan dan menyisirnya dengan minyak rambut. Lalu aku memakai semua parfum yang kumiliki. Hmmm ahhh… Harum sekali… Sampai-sampai tetanggaku berteriak “Ada setan yang lewat… Harum sekali…” hahaha… Lalu aku meminjam sepeda dari tetanggaku, untung saja tetanggaku sangat baik padaku. Ia meminjamkan sepeda padaku semalaman. Aku pergi sekarang. Maaf cintaku Minna, aku tak bisa menelponmu karena pulsa yang kumiliki tak memungkinkan untuk menelponmu sekarang. Kulihat jam tanganku yang mulai usang, tapi masih keren di tanganku, entah karena jam tangannya yang mahal atau karena tanganku yang rupawan… hehehe. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7. Aku tak bisa membiarkanmu menungguku di halte. Kupercepat kayuhan sepedaku.Halte sudah terlihat. Kaupun begitu. Kau begitu cantik dengan kaos pink dan jaket kuning itu. Kau berdiri dan tersenyum menyambutku. Tapi… kau langsung tertawa setelah melihatku.
“Hahahahaha…. Lee.. ini kau?”
“Hmmm iya.. ini aku… ada apa memangnya?”
“Kau bukan Lee… Kau orang lain… Sini mendekatlah.. Aku tunjukkan Lee yang sebenarnya” Kau menarik jaketku, lalu mengacak-acak rambutku yang sudah tertata rapi sedari tadi. Lalu kau melepaskan jaketku yang sangat harum itu, lalu kau membuka krah kemejaku, dan kau melipat lengan kemejaku. Oh Tuhan… saat ini aku sungguh bahagia diperhatikan seperti ini oleh Gadis asing… yang kucintai.
“Eh… kau apakan jaketku… eh… Kau bawa kemana jaketku Mina??” Mina berlalu menghilang membawa jaketku, lalu ia kembali membawa jaket lainnya yang aku tak tahu jaket siapa itu.
“Bau jaketmu sangat tidak enak, kau tidak sadar? Hehehe
baunya memuakkan sekali”
“Ooo.. benarkah? Maaf… mungkin aku terlalu banyak memberikan parfum tadi”
“Hehehe.. aku pinjam jaket pak Satpam, seperti inilah dirimu…” katamu sambil memakaikan jaket padaku. “Nah kalau ini baru Lee… Tadi itu bukan dirimu… Aku lebih suka Lee yang seperti ini, Sederhana dan tidak bau.. hehhee”
“Hehehee kau bisa saja… Ayo aku antar ke rumah Will”
“Kesana pakai apa? Bis?”
“Tidak.. pakai sepeda saja, rumahnya tidak jauh dari kantor…”
“Tapi kita jangan menemui dia ya… kita lihat dari jauh saja…”
“Janji tidak menangis nanti? Biasanya wanita sangat lemah, kalau putus dengan pacarnya. Itu menurut cerita temanku” “Hmmmm… kemungkinan aku tidak akan menangis. Karena aku sudah bersama dengan pria yang mencariku selama ini.” Entah kenapa saat kau mengatakan itu, hatiku semakin dipenuhi oleh dirimu. Warna hidupku semakin cemerlang. Dan aku akan memiliki harapan untuk bisa lebih bahagia.
“Ya baiklah kalau begitu…”
“Tapi….”
“Ya?”
“Kalau aku menangis, kau mau menghiburku kan?”
“Hehmmm.
Dengan senang hati tuan putri… Ayo kita berangkat sekarang”
“Baiklah pangeran Lee…”
Mungkin saat inilah, aku bisa mengerti bagaimana indahnya cinta, dan bagaimana indahnya bersama orang yang selama ini kucari. Kau di belakangku, entah apa yang sedang kau pikirkan. Sedih akan melihat apa yang sesungguhnya disembunyikan pacarmu selama ini? Atau senang bisa memeluk perutku, orang yang mencarimu dan menunggumu seperti yang kau inginkan selama ini.
Sampai di depan rumah Will, Minna semakin erat memeluk perutku. Ia kedinginan. Aku sentuh tangannya sangat dingin. Di rumah Will terlihat ada seorang wanita yang memeluk seorang anak dan ada anak yang berlari menuju kearah Will. Minna melihat semua itu. Tanggannya semakin gemetar dan erat memeluk perutku.
“Lee… ayo kita pulang saja… Cepat…” kata Minna dengan suara parau.
“Baik…” jawabku cepat. Apakah ia menangis? sepertinya ia menyimpan tangisnya karena mungkin saja malu kalau kulihat. lalu bagaimana, apakah Minna akan memutuskan berpisah dengan Will? Ah itu masalah nanti. Sekarang aku harus mengantarkanmu pulang Minna. Aku tak ingin kau sedih, karena orang seperti Will tak pantas membuatmu bersedih.
“Lee… berhenti…”
“Ah? Ada apa?”
“Aku ingin mengajakmu makan malam. Kita makan di café depan saja ya, sepertinya sepi”
“Oh iya… Kau masuk dulu akan kuparkir sepeda ini dulu”
Aku parkir sepedaku di antara mobil-mobil yang berjejer rapi. Oh… Betapa malunya aku. Bersama Minna hanya dengan sepeda. Lalu ah… Bagaimana kalau Minna memesan makanan yang mahal. Aku lupa membawa uang tambahan.
“Lee!!... Ayo masuk aku sudah dapat tempat…”
“Iya.. sebentar”
Aku masuk café dengan kekhawatiran yang tak bisa dibendung lagi. Minna sudah menunggu di sudut ruangan. Makanan sudah disediakan. “Cepat sekali”, pikirku.
“Ayo Lee.. Duduklah.. Kita makan dulu… Aku lapar sekali..”
“Hmm… Kau lapar atau sedih…?”
“Saat aku stress aku ingin banyak makan… Ayo temani aku makan”
Ya. Kali ini aku semakin memahami dirimu. Kau adalah bidadari yang lemah. Bila kau merasa tersakiti kau akan stres. Bila kau stres kau akan lepas kendali dan ingin makan apapun juga. Maka dari itu, nanti kalau kau menjadi pendampingku, aku berjanji tak akan pernah membuatmu terluka atau stres, karena aku akan mengeluarkan banyak biaya untuk makananmu ketika kau stres. Hehehe…
"Hehehehe…” tawaku kelepasan
“Ahh? Ada apa lee? Tertawa sendiri… Mukaku ada yang aneh ya? Ada makanan diwajahku?”
“Tidak… Hanya saja aku berfikir… Nanti kalau kau mendampingiku, menjadi istriku, aku tak akan menyakitimu. Karena aku tak ingin menghabiskan uangku untuk makananmu yang lost control… hehehe”
“Hahahahaha…. Hahahaha.. Kau bisa saja. Kau berjanji seperti itu padaku. Kau harus mewujudkannya nanti”
“Maksudmu?”
“Hmmm sebentar” katamu sambil menghapus noda saus yang menempel di pipimu, lalu Minna mengeluarkan ponselnya, dan menelpon seseorang, mungkin Will yang ditelpnya.
“Hallo… Bisa bicara dengan Pak Will?” kata Minna, lalu berbisik padaku “Lee dengarkan ini… “ Minna loudspeaker handphonenya
“Halo ini dengan siapa?” tanya wanita yang di telpon Minna. Mungkin itu istri Will.
“Saya simpanan Pak Will.. Bisa bicara sebentar dengan pak Will?” kata Minna sambil melirikku.
“APA???!!?!” teriak istri Will.
“Berikan telp ini kepada Will. Aku ingin memutuskan hubungan dengannya. Aku dibohongi Will. Ia mengaku belum memiliki istri dan anak. Atau begini saja, kau sampaikan ke dia, bahwa Minna ingin memutuskan hubungan. Jangan pernah lagi ke apartemenku. Jangan lagi menelponku saat tengah malam. Jangan lagi mengirimkan pesan di emailku. Jangan pernah lagi melihatkan hidungnya di depanku. Dan untukmu, aku meminta maaf karena mengganggu hubungan kalian. Sesungguhnya kita berdua telah dibohongi olehnya. Selamat malam”
“Eh!!! Apa!!!”
“Jangan lupa sampaikan ke suamimu ya” Minna langsung menutup telponnya. Dan melirikku lalu tertawa sendiri
“Hahahaha… bagaimana Lee? Tindakanku bagus kan?”
“Iya bagus… tapi kau tidak harus melukai perasaan istrinya kan. Istrinya tak bersalah sama sekali padamu kan?”
“Hmm.. aku ingin dia tahu kelakuan suaminya… itu saja…
Aku salah ya…?”
“Tidak kau tidak begitu salah.. Bagaimana? Kita teruskan makan atau aku antarkan kau pulang?”
“Hmm aku masih ingin di sini.. bersamamu…, Lee kau apa pekerjaanmu?”
“Aku? Aku hanya karyawan biasa, aku bekerja sebagai staf produksi dan perencanaan”
“Hmm… Aku bekerja sebagai konsultan keuangan. Kau tinggal dimana?”
“Hmmm. Aku tinggal di rusun yang kumuh. Gadis seelegan dirimu tak akan mau ke tempatku. Kita jauh berbeda kan?.. Kau tau sepeda yang kita pakai tadi. Itu aku pinjam dari tetanggaku untuk malam ini saja”
“Hehehe.. Apa yang membedakan kita Lee? Kurasa tidak ada. Kau mencariku, di tengah hujan. Menungguku di tengah hujan… Apakah kau memikirkan tentang perbedaan? Kurasa bila kita memiliki dan merasakan cinta, tak ada satupun perbedaan yang memisahkan cinta”
“Ya kau benar sekali tak ada yang bisa memisahkan dan membedakan sepasang kekasih bila ada cinta di dalamnya. Lalu bagaimana denganmu Minna?”
“Aku ingin mengenalmu lebih jauh Lee.. kau orang yang baik, itu yang selama ini kukenal. Aku ingin bertemu denganmu lagi, lagi, lagi dan lagi… Aku ingin melihat apa kelemahanmu, lalu aku akan melengkapinya, dan kita bisa saling mencintai sebagai seorang kekasih, atau suami istri”
“Hmmm baiklah… habiskan makananmu…”
“Baik pangeran Lee”
“Kenapa memanggilku pangeran? Hehehe”
“Karena kau sedang bersama seorang putri”
“Hehehe… kau bisa saja”
***
Malam itu awal mula hubungan kita, cinta kita sudah diawali semenjak hujan di sore hari di halte bis. Bagaimana nasib Will? Ah.. ia hampir diceraikan istrinya karena kasus perselingkuhan yang sudah menumpuk. Fakta mengatakan bahwa Will memiliki 5 perempuan simpanan yang dia bodohi dan bohongi untuk menjadi kekasih gelapnya. Fakta pun menyatakan bahwa dengan kesabaranku, dan selalu berharap, keajaiban itu akan terjadi juga. Minna sekarang sudah menjadi tunanganku, kita akan menikah bulan depan. Dan aku akan mencintainya, tidak pernah mengecewakannya, dan juga kini ada yang memberikan aku warna yang indah dalam hidupku.
Setiap hari Minna memasakkan makanan yang bergizi tinggi, aku menyukai masakannya yang lezat dan terasa sangat familiar. Dia juga wanita yang lembut, penuh kejutan, ya seperti yang sudah kukatakan dulu. Mina memiliki dua sisi, Malaikat dan Iblis, kalau ia marah sisi iblisnya akan keluar tak terkontrol, lalu ia akan menghabiskan semua makanan di kulkas. Setelah ingat dia akan bertanya padaku “Dimana makanan kita?” itulah dirinya.
Tapi ketika sisi malaikatnya menjiwa, ia akan manis sekali, bagaimanapun orang marah padanya, ia akan tetap tersenyum dan menjawab dengan ringan. Aku bahagia bisa menemuinya di kehidupanku ini. Kini hidupku tak lagi hitam putih saja, hidupku sudah berwarna dan semakin indah. Aku berharap nanti ketika kita menikah dan dalam pernikahan kita, hidup kita akan semakin berwarna. ~Ayuna Kusuma