Pages

Minggu, 26 Februari 2012

From Bandung With ....

Ini kisah tentang perjalananku ke Bandung, tanggal 25 Februari 2012.


Melangkahkan Kaki 

Sempat ada keraguan untuk melangkahkan kaki ini ke Terminal Bus Lebak Bulus, ada rasa lelah dan sedikit ke khawatiran apa yang akan terjadi nanti, tapi tak lama perasaan itu segera kutepis jauh-jauh. Kupikir ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, sudah lama aku tak ke Kota Kembang.

Saat terbangun , disampingku masih ada dua temanku yang tertidur, mereka memang paling susah untuk urusan bangun pagi, sekalipun terbangun oleh suara adzan shubuh atau gemericik keran air wudhu, mereka seakan enggan untuk berdiri, lebih memilih untuk melanjutkan mimpi indah yang mungkin sempat terpotong tadi.

Pukul 8 pagi kupersiapkan diri untuk perjalanan ini, semua barang-barang yang sekiranya nanti akan kugunakan disana segera kumasukkan kedalam tas. Kupikir kali ini tak perlu membawa laptop, untuk sejenak kutinggalkan urusan pekerjaan dan fokus pada liburan di Bandung.
Perut ini terasa lapar, segera kumasak dua buah mie rebus dan telur, wah rasanya terlalu banyak porsinya, tapi toh ujung-ujungnya tetap kuhabiskan. Menjelang pukul 9 pagi, kubuka pintu gerbang dan melangkah pergi, menanti Metromini yang akan membawaku ke Terminal Lebak Bulus, jaraknya tak memakan waktu lama, hanya sekitar 15 menit.

Sebuah bus Primajasa dengan jurusan Lebak Bulus - Bandung berjejer di Terminal, ini bus yang akan kugunakan untuk pergi ke Bandung, cukup lama ternyata untuk menunggu penumpang lain, tapi beruntunglah tak harus menunggu sampai bis dalam kondisi penuh. Kurang lebih 15 menit kemudian bis meninggalkan Terminal Lebak Bulus secara perlahan. 

Jalanan ibu kota tampak ramai seperti biasanya, sesekali bus berhenti untuk menaikkan penumpang lain di sepanjang jalan. Bus berjalan secara perlahan, menanti kemungkinan ada penumpang lain yang mungkin masih tersisa, kemudian masuk ke Tol tidak lama kemudian.

Menyusuri jalan tol ibu kota di waktu libur kadang tidak jauh berbeda dengan hari-hari kerja, selalu ada antrian yang cukup panjang dan bunyi-bunyi klakson tanda menguji kesabaran. Bus melewati kawasan Terminal Kampung Rambutan, masih berjalan secara perlahan seperti terseok-seok, menanti penumpang lain yang hendak menuju ke arah yang sama, Bandung.

Bus Primajasa yang kunaiki kini berjalan dengan kecepatan yang cukup tinggi, melewati kawasan Jati Bening kemudian meninggalkan Ibu Kota Jakarta. Butuh waktu sekitar 3-4 jam untuk sampai di Bandung. Disepanjang perjalanan sesekali ku membuka twitter dan Google +, hanya sekedar untuk mengecek kabar teman-teman disana. 

Kudengarkan mp3 lagu-lagu Inka Christy untuk menemani perjalanan kali ini, Cinta Kita, Jangan Pisahkan, Nafas Cinta, tak lupa pula dengan lagu-lagu Nike Ardilla, Bintang Kehidupan, Biarkan Cinta Berlalu, Nyalakan Api. Lagu-lagu ini meskipun bukan tercipta pada generasiku, tapi justru memiliki ikatan emosional yang mendalam. Sebuah lagu Dibatas Kota ini, Tommy J Pisa berputar saat memasuki kawasan Bekasi Barat. Sebuah lagu yang mengisahkan tentang perpisahan. Hal yang lazim dalam kehidupan ini, bertemu untuk berpisah, berpisah untuk bertemu kembali. Dua peristiwa ini selalu mewarnai liku kehidupan ummat manusia. Terlahir untuk kemudian Meninggal, dan Meninggal untuk kemudian bertemu dengan Sang Khalik.

Bus Primajasa semakin stabil dengan kecepatannya, memasuki kawasan Cikarang kusenderkan diri untuk mencoba memejamkan mata, sambil tetap menikmati alunan melodi-melodi resonansi masa lalu. Ada ketenangan disini, dinginnya AC yang terpancar dari atas kepalaku cukup membuatku nyaman waktu itu. Mata ini terpejam.

Kumatikan mp3 kemudian mengaktifkan mobile network untuk mengetahui posisiku saat ini, tak lupa kukirimkan sebuah pesan melalui Whatsapp Messenger kepada teman di Bandung yang minggu lalu telah kuhubungi. Ah.. ternyata masih cukup lama, kucoba untuk memperhatikan jalanan disekitar, sepertinya sudah memasuki tol Cipularang. Jalanan didominasi dengan perbukitan-perbukitan sepi seperti tak berpenghuni, area pesawahan yang terhampar luas dan perkebunan menjadi pemandangan yang cukup memanjakan mata untuk orang-orang yang terbiasa tinggal di Jakarta. Saat itu sengaja kubuka applikasi Google Latitude untuk mengetahui posisi teman yang terdekat, ah ternyata jaraknya masih sekitar 23 KM lagi. 

Aku tak mencoba untuk merebahkan diri lagi, mata ini dimanjakan dengan pemandangan hijau disepanjang jalan tol Cipularang, sesekali kumelihat ada orang-orang yang menjual buah Rambutan di sepanjang tol yang mengarah ke jalan Tol Jakarta-Cikampek. Mereka berharap akan ada yang membeli buah Rambutan mereka dari mobil-mobil yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Mereka percaya, selalu ada rejeki dimanapun di bumi Allah ini.

Bus Primajasa yang kunaiki berbelok di KM 132, keluar melalui pintu tol Pasir Koja, antrian cukup panjang, plat kendaraan rata-rata adalah D,B,Z dan terkadang kulihat E. Sesaat setelah keluar tol ada beberapa penumpang yang turun, ah ternyata tiba-tiba bau ikan asin menyelinap ke dalam Bus saat pintu terbuka. Begitu kutanyakan pada temanku via SMS disitu memang dekat dengan pasar.

Entah kenapa hati ini seperti bergetar saat kulihat jarak di Google Latitude hanya tinggal beberapa Kilometer saja dengannya. Sampai tiba di terminal Leuwi Panjang, kulihat posisiku melalui Latitude ternyata hanya sekitar 1 KM saja dengannya, nafasku semakin terengah seperti tak percaya. Namun segera kutepis perasaan itu dan menghubungi temanku yang akan menjemput. Aku sebetulnya tak berniat untuk bertemu dengannya di kunjungan kali ini, meskipun semalam sempat berfantasi untuk berkumpul bersama.

Kusempatkan diri untuk mencicipi kuliner di sekitar Terminal Leuwi Panjang, Ketupat Tahu kali ini menjadi pilihanku, sudah bertahun-tahun aku tak pernah memakan makanan ini lagi, selama aku di Jakarta dan Bekasi, belum pernah sekalipun melihat ada yang menjual Ketupat Tahu, rata-rata yang akan kutemui adalah Ketoprak. Kurang lebih 15 menit kemudian aku bertemu dengan temanku dari jejaring sosial Google +, sebelumnya memang kami pernah bertemu di Jakarta dalam acara Kopi Darat, tapi kali ini kusempatkan diri untuk berlibur di sini, Kota Kembang. Dengan sepeda motor kami berdua meninggalkan Terminal Leuwi Panjang ke arah Buah Batu.

Kedatanganku di Bandung disambut dengan mendung yang cukup tebal, hujan telah menunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Sesampainya di kostan teman, ku rebahkan diri sambil menikmati cemilan yang sempat dibeli di minimarket tadi. Kurencanakan selama dibandung sebetulnya hanya untuk bertemu dengan dua temanku, sore itu kami sepakat untuk ngobrol-ngobrol santai di Cafe Ngopi Doeloe, tempat yang mirip seperti Starbuck Coffee. 

Surprise

Sama sekali aku tak berpikir akan kedatangan orang lain waktu itu, tak pernah ada janji dan obrolan sebelumnya denganku, sesampainya di Cafe Ngopi Doeloe aku kedatangan orang yang istimewa, kehadirannya seperti dualisme bagiku, antara kuinginkan dan kuhindari. Toh kalaupun kuniatkan diri ini ke Bandung untuk bertemu dengannya pasti sudah kurencanakan masak-masak pertemuan itu. Tapi tidak kali ini, semuanya hanya berjalan dengan fantasiku, bukan dengan nalar dan kesadaranku.

Senyum manisnya tersungging dengan indah, saat itu aku hanya bisa terdiam sambil memandangnya untuk pertama kali, kemudian hanya tertunduk memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini. Semalam, ini semua hanyalah fantasi, untuk bisa bertemu dengannya tanpa meminta, untuk bisa menyentuh kesejukan tatap matanya tanpa harus berucap satu katapun. Tapi sekarang..? detik ini..? semua itu tersaji dihadapanku, sungguh diam-diam kuberterimakasih atas konspirasi kali ini, konspirasi untuk kedatanganmu yang tiba-tiba.

Aku tak tahu harus berucap syukur atau beristighfar atas sikapmu, aku hanya merasakan kehangatan atas kehadiranmu waktu itu. Terkadang mata ini bertindak nakal, melihat sejuknya wajahmu dari pantulan kaca meja saatku meminum kopi bandrek sore itu. Hanya aroma jahe yang menyengat yang mengaburkan pandanganku.

Kau nampak menjadi sosok pendiam waktu itu, sama seperti diriku yang menjelma seperti robot, menunggu pemegang remote kontrol untuk menekan tombol-tombol perintah untuk bersuara, menyapamu hanya sekedar memecah keheningan, bertanya tentang apapun hanya sekedar mengalihkanmu dari si Putih yang terus kau genggam. Andai kau tahu.

Waktu terus berlalu mempertemukan dua insan yang akrab di dunia maya dan bertemu untuk pertama kali di dunia nyata, diam-diam aku bersyukur atas kehadiranmu yang tiba-tiba, diam-diam aku berharap esokpun kau akan hadir secara tiba-tiba kembali, entah dimana aku tak peduli, yang penting kau disana.

Menjelang adzan maghrib kita berpisah, ada rasa kelabu yang merasuk kedalam jantungku, mendung seperti langit Bandung waktu itu. Untuk sesaat kumerindukanmu, merindukan orang yang bahkan masih ada didepanku. Andai waktu bisa kuhentikan. Nalarku semakin berontak dengan fakta yang kutahu bahwa kau telah menikah, sikapmu selama ini hanya semakin menyuburkan benih-benih cinta yang tertanam. Hatiku berontak beristighfar tetapi juga menunduk oleh kehangatan sikapmu.

Sebuah pertemuan singkat yang membawa kesan mendalam, kehadirannya yang tiba-tiba semoga tidak berakhir dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Jalanan kota Bandung semakin diguyur oleh hujan ringan, membasahi telapak tanganku, membangunkanku dalam lamunan atas apa yang telah terjadi. Semoga esok kita bertemu lagi.

Madtari

Gerimis tipis mengiringi perjalanan kami berdua ke sebuah tempat kuliner di kawasan Pasirkaliki, Bandung. Untung saja jaket yang kugunakan dapat menahan terpaan angin malam yang cukup menusuk ke tulang. Kami sempatkan diri untuk mengunjungi Gedung Sate, jalanan Bandung makin dipenuhi oleh muda-mudi yang ingin melewatkan malam dengan kekasih mereka, nampak sangat macet dan tidak jauh berbeda dengan suasana di kota Jakarta. Pandanganku terpaku pada ornamen berupa sate pada menara sentralnya. Gedung yang penuh dengan sejarah dimasa penjajahan Belanda ini kini tersaji di depanku. Suasana sangat ramai, untuk pertama kalinya aku menikmati suasana seramai ini didepan sebuah kantor Gubernur. Jalanan dipenuhi dengan mobil-mobil yang berderet, ditambah dengan ratusan penjaja makanan dan ribuan motor yang sedang berkumpul di sekitar Lapangan Gasibu. Hujan tipis yang setia mengguyur Bandung semalaman tak dihiraukan, seolah sirna oleh gemerlap Kota Kembang dengan segala harmoninya.

Bandung memang surga kuliner, apalagi dengan kondisi malam minggu, hampir semua tempat makan di Bandung dipenuhi dengan orang-orang yang ingin memanjakan perut mereka, termasuk oleh kami bertiga. Sebuah tempat makan bernama Madtari menjadi pilihan kami malam itu, tempat yang sederhana namun memiliki begitu banyak pelanggan, kebanyakan anak-anak muda yang terbiasa nongkrong ditempat ini, sekedar untuk melepas lelah dengan beban kerja ataupun kuliah.
Menu disini sederhana, hanya menyediakan makanan seperti Roti Bakar, Mie Rebus, Mie Goreng dan aneka minuman hangat dan dingin. Entah apa yang membuat tempat ini begitu ramai.
Roti bakar dan Jahe Merah menjadi santapanku malam itu, Kedua temanku lebih memilih Internet (Indomie Telor Kornet) untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam, Bandung masih setia dengan hujannya yang terus mengguyur, sesekali gerimis kemudian hujan lebat. Madtari masih disibukkan dengan para pelanggannya yang tetap ramai meski malam semakin larut, tempat ini memang buka selama 24 Jam. Guyuran hujan mengiringi kepergianku dari Madtari ke tempat kost di Buah Batu.

Kuliner kuliner dan kuliner

Minggu pagi di Bandung ternyata tidak sedingin minggu pagi ditempatku, Kuningan, Jawa Barat, mungkin karena disini masuk ke wilayah perkotaan, udara dingin khas bumi parahyangan tak sampai menusuk ke tulang. Sambil ditemani menonton acara televisi, aku dan temanku mengobrol santai dengan mata yang masih berat untuk terbuka. Ada susu coklat dan makanan yang entah itu apa namanya yang dibeli oleh temanku.

Bandung kota yang kaya akan kuliner, mungkin ini juga yang menjadi daya tarikku kali ini, menikmati kuliner yang terjejer di Kota Kembang. Tempat berikutnya yang akan di kunjungi adalah sebuah kawasan kuliner bernama Dapur Kita, tak jauh dari Lapangan Gasibu. Masih seperti biasa, kawasan kuliner di kota ini selalu ramai dipadati pengunjung. Diam-diam aku merindukan suprise untuk kedua kalinya, merindukan kehadiranmu yang tiba-tiba untuk kedua kalinya, hatiku seolah mengamini konspirasi seperti yang terjadi kemarin sore.

Ah semuanya ternyata tidak terjadi, hari itu aku benar-benar hanya berfantasi. Seporsi makanan dan juss jambu merah ukuran jumbo menjadi santapan pagi dan siangku waktu itu, porsi juss nya sungguh diluar yang kubayangkan. Waktu menunjukkan hampir pukul 1 siang, Bandung masih tetap setia dengan hujan yang terkadang mengguyur tanpa kenal waktu. Kami memutuskan untuk sholat dzuhur, sempat terlintas dipikiranku untuk menunaikan sholat dzuhur di Mesjid Raya Bandung, namun ternyata jaraknya terlalu jauh, akhirnya temanku mengusulkan untuk sholat dzuhur di Mesjid Salman, kampus Institut Teknologi Bandung.

Pelataran parkir basah oleh guyuran hujan, beberapa mahasiswa nampak menikmati suasana siang itu dengan mencicipi berbagai makanan di dekat Mesjid. Untuk pertama kalinya aku melangkahkan kaki di mesjid ini, mesjid yang dulu hanya kudengar dari acara-acara televisi atau hanya sebatas kisah di jejaring sosial. Segera kuambil air wudhu dan menunaikan sholat dzuhur.

Rasa dingin mengalir seperti membasahi relung hati, ada rasa syukur yang tak terkira kulimpahkan disini, tiba-tiba mulutku secara refleks berkata "Ya Allah, terima kasih telah menuntunku sampai ke Mesjid ini" hatiku tenang, otakku terus berputar akan ingatan-ingatan masa lalu, entah kenapa seperti ada ikatan batin antara aku, kampus ITB dan Mesjid Salman. Aku bahkan bukan mahasiswa ITB atau perguruan tinggi lain di Bandung, dan ini kunjungan pertamaku kesini. Wallahu'alam mungkin Allah berkenan menjawabnya nanti.

Jakarta

Selesai sholat dzuhur di Mesjid Salman ITB, aku memutuskan diri berpamitan untuk pulang ke Jakarta, kalau terlalu sore dari sini kemungkinan jalanan ke Jakarta akan semakin macet parah. Dengan sepeda motor aku diantar sampai ke terminal Leuwi Panjang, sebuah bus Primajasa dengan tulisan Lebak Bulus - Bandung masih menunggu penumpang lain.
Suasana bus tampak lebih ramai kali ini, seperti ada sesuatu yang hilang saat kurebahkan diri, ada rasa enggan untuk berpisah dengan kota ini. Entahlah, apa karena dirinya..? apa karena suasana dan keramahan orang-orangnya..? hal ini masih menjadi rahasia, bahkan untuk diriku sendiri, yang kurasakan adalah kenyamanan saat bertemu dengannya di Cafe waktu itu. Sejuk kurasakan saat memandang wajahnya.

Bus perlahan berjalan meninggalkan kawasan Terminal Leuwi Panjang, beberapa penjaja makanan yang dari tadi berlalu lalang didalam bus mulai tak terdengar suaranya, senyap, kini yang ada suara deru mesin Bus yang halus. Aku memilih untuk tertidur selama perjalanan ke Jakarta, mencoba menghitung berapa dosa yang telah banyak kulakukan, dosakah aku..? dosakah aku yang kini semakin merasa jatuh cinta padamu..? Aku terlelap tanpa musik, membawa kenangan ini terbang ke alam mimpi, menantikan fantasi-fantasi lain dan menjadikannya sebuah realita kehidupan, menjelma menjadi sebuah pertemuan dan keakraban.

Aku, hanya bisa mencurahkannya lewat tulisan, lidahku kelu hanya untuk berkata "I Love You" . From Bandung With ...

2 comments:

loveheaven07 mengatakan...

bagus ceritanya....perlu rajin nulis lagi hehehe...sipppp, met sore xD

M Teguh A Suandi mengatakan...

Iya nih, mudah2an bisa istiqomah nulis.. XD