Bangsa Nomaden atau bangsa pengembara, adalah berbagai komunitas masyarakat yang memilih hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain di padang pasir atau daerah bermusim dingin, daripada menetap di suatu tempat.
Berbicara tentang nomaden seperti berbicara tentang diri sendiri, membahas tentang nomaden memaksa diri ini untuk memutar semua memori lama yang sudah terpendam dan terperosok jauh kedalam jurang lupa akan masa lalu. Hidup ini memang bersifat sementara, seperti seorang narapidana mati yang sedang menunggu jadwal eksekusi terhadap dirinya. Mungkin bedanya narapidana ini akan tahu meskipun belum tentu akan terjadi namun tetap saja seperti sebuah gambaran realitas kapan dan dengan cara apa? Kematian itu sebuah misteri, belum tentu orang yang sedang ditodong oleh kawanan perampok dengan pisau menempel pada lehernya mati pada saat itu. Kematian akan tetap menjadi rahasia Tuhan, meskipun terkadang Tuhan menunjukkan sedikit tanda-tandanya.
Mengingat kembali akan perjalanan kehidupan yang selama 22 tahun ini kulakukan, berpindah dari sebuah desa kecil di lembah Gunung Ciremai, Kuningan menuju gemerlap Ibu Kota yang selalu dipenuhi oleh cahaya-cahaya terang yang menyilaukan, gemuruh suara-suara kendaraan yang hilir mudik nonstop sehari penuh.
Menikmati masa-masa perkuliahan di pinggiran Ibu Kota, mencicipi rasa kemelaratan dan penderitaan dari sebuah perjuangan menuju kekebasan. Menjamah ranah politik kampus ala mahasiswa namun tanpa berkoar-koar di tengah jalan, sampai menjamah rasa cinta yang timbul seakan berkembangnya sebuah keakraban. Semuanya adalah memori yang kini tersimpan rapi dalam sekat-sekat otak ini yang sudah dipenuhi oleh beragam masalah kehidupan. Tinggal menunggu kapan memori itu akan dibuka kembali, mungkin hanya sekedar untuk mengingat akan kisah perjalanan hidup ini untuk kemudian dijadikan sebuah Self Documentary. Pada akhirnya ditemukan sebuah hakikat akan kehidupan, bahwa semua ini hanyalah nomaden, kehidupan ini hanyalah sementara untuk kemudian berpindah pada prosesi kematian. to be continued
0 comments:
Posting Komentar