Pages

Senin, 02 April 2012

Sejauh Mana Mempertahankan Man Jadda Wa Jada?

Tulisan ini akan sangat singkat, hanya terlintas begitu saja ketika saya membaca sebuah update status di Facebook. Lagi dan lagi tentang dia, tentang cinta yang tertinggal di Bandung. Entah sampai kapan saya harus bersikap seperti ini.? Merasa nyaman saat berkomunikasi dan merasa kehilangan saat tak tahu kabarnya bagaimana.? Ada orang yang seharusnya lebih pantas untuk melakukan ini dan saya sadari itu dengan kesadaran penuh. Saya berusaha untuk selalu membenamkan kata-kata, menancapkannya di hati bahwa dia sudah menikah saat ini. Sehingga saya bisa berharap untuk dapat sedikit demi sedikit melupakannya, menghilang dan lenyap dari kehidupannya. Tapi sungguh ini sulit, jauh lebih sulit dari yang saya bayangkan sebelumnya.

Prosesi block, unfollow, uncircle hingga delete phone number dan lain sebagainya sudah sempat saya lakukan dan itu ternyata tidak berhasil. Sebuah kegagalan untuk melupakan adalah kegagalan yang pernah saya lakukan sebelumnya, entahlah saya selalu merasa kurang beruntung untuk hal ini. Atau memang Allah menginginkan saya untuk fokus di hal lain. Maybe.

Man Jadda Wa Jada sudah menjadi semboyan untuk saya pribadi sejak kecil, saya dapat kata-kata ini dari ponpes tempat saya dulu tumbuh beranjak dewasa. Tapi pantaskah semboyan ini saya gunakan dalam situasi seperti ini.? mengemis kasih sayang dari istri orang lain.? miris dan sangat menyedihkan. Mungkin ini waktu yang pantas untuk menguburkan semboyan itu, menghilangkan Man Jadda Wa Jada dari harapan untuk meminang wanita yang telah bersuami.

Mungkin tidak selamanya hal baik itu akan bermanfaat baik, setidaknya ada faktor ketepatan, tepat akan waktu dan tepat akan kegunaan. Rasa pusing selalu menyertai kepala saya saat menuliskan kisah-kisah atau apapun yang berkaitan dengannya. Karena dengan begitu rasanya seperti menggoreskan namanya di telapak tangan dengan pisau. Pedih dan sakit.

Biarlah, hidup dalam kepura-puraan yang mungkin takkan pernah berujung. Berusaha untuk tetap tersenyum dalam rintihan rasa sakit. Ah.. betapa beruntungnya wanita afgan sana, yang setiap hari bermandikan Burqa sebagai hijab. Tak ada yang tahu ia sedang menangis atau tertawa kecuali dia dan Allah.

6 comments:

- wid - mengatakan...

numpang lewat om :)

M Teguh A Suandi mengatakan...

Wah om wiwid berkunjung juga.. ane kira siapa..? :p
trafficnya masih rendah nih... :mewek

cahndeso mengatakan...

meninggalkan jejak ah.....better 4 u today n tomorow....ciayoo xD oh aku pingin ngopi neh hahaha....

M Teguh A Suandi mengatakan...

Disini cm ada susu coklat alice... mau...? :p

ALICE mengatakan...

susu coklat mau jg sehari skali bolehlah...jgn shari 3gelas takut gemuk hehe :-D

M Teguh A Suandi mengatakan...

Hahaha... Fat Girl :p

Kapan balik ke indonesia..? betah banget di negeri orang..